Kertas Fotokopi Indonesia Diselidiki Jepang

Kertas Fotokopi Indonesia yang tersebar di Jepang akan diselidiki pemerintah Jepang dengan dugaan melakukan dumping di negeri Sakura tersebut.
Delapan perusahaan kertas Jepang mengajukan keluhan khusus terhadap Indonesia lewat pihak Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Perindustrian (METI) Jepang 10 Mei lalu.
“Selama dua bulan kami mempertimbangkan untuk memproses tidaknya keluhan delapan perusahaan kertas Jepang itu. Setelah ditemukan bukti yang kuat dari mereka, kami putuskan akhirnya untuk memproses keluhan tersebut sesuai prosedur Badan Perdagangan Dunia (WTO) Artikel 8 GATT (General Agreement on Tariffs and Trade 1994) mengenai kesepakatan Anti-Dumping,” kata Keiichi Iwase, Direktur Penyelidikan Perdagangan Biro Kerjasama Ekonomi METI, di kantornya.
Wawancara dilakukan Richard Susilo, warga Indonesia di Tokyo, Jepang, dan dikirim khusus untuk Tribunnews.com.
Q: Mengapa investigasi Anti Dumping ini baru muncul sekarang?
A: Kita mendapat keluhan resmi dari delapan perusahaan besar kertas di Jepang dan tampaknya tidak ada satu pun yang menentang adanya keluhan ini di antara industri kertas Jepang.
Mereka meminta agar dilakukan penyelidikan khususnya kertas fotokopi impor yang dipasarkan di Jepang. Jumlah kertas impor dan yang dijual di Jepang kini jauh semakin besar. Berdasarkan keluhan resmi itulah kami mulai memprosesnya, melihat kemungkinan adanya Dumping atau tidak dilakukan oleh Indonesia.
Delapan perusahaan Jepang itu adalah Nippon Paper Industries Co.Ltd., Nippon Daishowa Paperboard Co.Ltd., Oji Paper Co.Ltd., Oji Speciality Paper Co.Ltd., Daio Paper Corporation, Hokuetsu Kishu Paper Co.Ltd., Mitsubishi Paper Mills Limited, dan Marusumi Paper Co.Ltd..
Impor kertas dari Indonesia ke Jepang tahun 2008 sebesar 291.737 ton. Tahun 2011 sebesar 397.510 ton. Berarti kenaikan impor 36,3%. Sedangkan penjualan di pasaran domestik Jepang kenaikan sebesar 39,3%.
Akibat impor kertas dari Indonesia meningkat besar, permintaan domestik kertas Jepang mengalami penurunan 2,2%. Dari seluruh impor kertas Jepang, pangsa kertas Indonesia cukup besar di Jepang mencapai 79,1%. Di peringkat kedua hanya 17,1% impor kertas dari Cina. Menyusul Thailand 1,6% dan Taiwan 1,4%.
Q: Apakah hanya kepada Indonesia saja permintaan dari 8 perusahaan Jepang itu?
A: Benar. Mereka mengajukan keluhan dan permintaan penyelidikan hanya kepada Indonesia saja. Namun hal ini tak perlu ditakutkan kalau memang nantinya Indonesia terbukti tidak melakukan dumping.
Oleh karena itu dalam proses pengisian daftar pertanyaan yang kami berharap kerjasamanya dan minta dijawab oleh 11 perusahaan kertas Indonesia yang melakukan ekspor kertas ke Jepang, agar dijawab secara benar dan jujur. Ini akan menjadi dasar penilaian kami.
Hasil jawaban itu akan di periksa silang juga terhadap pertanyaan dan jawaban yang dilakukan pihak Jepang (8 perusahaan Jepang). Dari sanalah akan dilakukan investigasi ke lapangan. Sekitar enam orang satu tim akan turun ke Indonesia, melakukan penelitian langsung, baik dari METI maupun dari Kementerian Keuangan Jepang.
Sebelas perusahaan kertas Indonesia yang akan dikirimi pertanyaan oleh pemerintah Jepang adalah PT India Kiat Pulp and Paper Tbk, PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk, PT Kertas Leces (Persero), PT Lontar Papyrus Pulp and Paper Industry, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Parisindo Pratama, PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, PTRiau Andalan Kertas, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Suparma tbk, PT Surabaya Agung Industri Pulp and Kertas Tbk.
Q: Apa patokannya kalau dikatakan Indonesia melakukan dumping nantinya?
A: Mudah saja, setelah dilakukan investigasi, ternyata harga penjualan di dalam negeri Indonesia dan setelah diimpor, harga jual di Jepang berbeda 2% lebih murah daripada harga di dalam negeri Indonesia, maka dapat dianggap Indonesia melakukan dumping. Tapi kalau perbedaannya hanya sekitar 1%, hal itu dapat dikatakan tidak melakukan dumping.
Q: Apakah penyelidikan ini bukannya balas dendam Jepang kepada Indonesia?
A: Mohon maaf, kebetulan saja waktunya berdekatan dengan apa yang dilakukan Indonesia. Tetapi ini sama sekali murni tak ada kaitan dengan kebijakan Indonesia, apalagi sampai soal balas dendam, tidak benar itu. Kebetulan pihak pengusaha kertas Jepang mengajukan upaya investigasi 10 Mei lalu, itu murni hanya soal bisnis, karena terdesak produk impor kertas luar negeri, penghasilan mereka berkurang saat ini.
Harga jual kertas Indonesia di Jepang memang 5% lebih murah ketimbang produk dalam negeri Jepang. Harga kertas fotokopi di Jepang sekitar 298 yen per 500 lembar (satu pak). Seorang pengusaha kertas Jepang mengakui sangat terbantu dengan kertas impor Indonesia karena harganya lebih murah dan kualitasnya bagus, warna kertas putih bersih, “Lain dengan kertas buatan Jepang sendiri yang kertasnya putih tetapi agak kekuningan. Harganya juga lebih mahal,” papar Watanabe kepada Tribunnews.com.
Produk kertas Indonesia di Jepang sudah 20 tahun beredar dan semakin lama memang semakin banyak peminatnya di negeri Sakura ini. Memang agak aneh kalau sudah 20 tahun ini justru baru sekarang diselidiki dan dituduh melakukan Dumping penjualan kertas di Jepang.
Selain itu sebuah perusahaan kertas Indonesia juga sempat membantu korban bencana di daerah Tohoku 11 Maret tahun lalu dengan mengeluarkan dana sumbangan 100 juta yen. Demikian pula belum lama ini seorang pejabat pemerintah Jepang datang ke sebuah perusahaan kertas Indonesia di Tokyo meminta bantuan kertas toilet, apabila nantinya di Tokyo terjadi gempa bumi atau bencana alam.
“Tentu saja kami pasti akan bantu Jepang dalam keadaan bencana seperti itu,” tekannya.
Diharapkan semua perusahaan kertas Indonesia sudah mengembalikan dan menjawab pertanyaan dari pemerintah Jepang per 1 Oktober mendatang. Selanjutnya 29 Oktober pertemuan dengan berbagai pihak. Lalu tim pemerintah Jepang ke Indonesia melakukan penyelidikan setempat.
Hasil sementara penyelidikan juga akan dikirimkan ke berbagai pihak, baik pihak Jepang maupun pihak Indonesia untuk ditinjau lebih lanjut. Akhirnya setelah kurang lebih satu tahun, hasil akhir penyelidikan diumumkan melanggar Peraturan Anti Dumping WTO atau tidak melanggar.
Kemarin adalah hari ketiga penyelidikan. Apabila melanggar tentu jumlah impor kertas Indonesia akan sangat berkurang dan kesempatan masuk impor kertas dari negara lain bertambah, misalnya dari Cina. Apakah Cina ada di belakang layar kasus ini?

Dikutip Dari TrimbunNews