Sahabat Semangat Inspirasi berikut Pengertian dan Definisi Organisasi Sektor Publik
Pengertian dan Karakteristik
Organisasi Sektor Publik
Kajian tentang organisasi sektor
publik biasanya mulai dilakukan dan sisi manajemen. Dalam pengembangannya,
kajian tersebut telah memasuki wilayah karakter frase “Sektor Publik”.
Pemahaman sektor publik lebih ditempatkan pada suatu wilayah di luar
pemerintahan ditambah dengan wilayah pemerintahan itu sendiri.
Peristilahan “hutang sektor
publik” dan “perrnintaan pinjaman sektor publik” menjadi mated yang menarik dan
kajian politik dan ekonomi. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik lebih
dipahami sebagai kenaikan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang
besar, dan nasionalisasi versus privatisasi. Dalam arti luas, frase ‘sektor
publik’ diartikan sebagai metode manajemen negara.
Sedangkan dalam arti sempit, sektor publik diinterpretasikan sebagai pungutan oleh negara. Dalam
perkembangannya, berbagai perspektif mulai bermunculan dan intervensi disiplin
ilmu mulai terasa. Akibatnya, definisi frase sektor publik mulai diartikan dan
berbagai disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain (Kaufman,
dkk,1986).
Perbedaan sudut pandang politik,
administrasi publik, sosiologi, hukum, ekonomi, dan akuntansi telah
mengakibatkan pengembangan ilmu manajemen sektor publik. intervensi
multidisplin telah membawa berbagai metodologi baru ke kajian manajemen sektor
publik, seperti gender, politik ekonomi, ekuitas, akuntabilitas, hak asasi, dan
entitas/organisasi.
Selain itu, dalam praktiknya definisi organisasi sektor publik di Indonesia
adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti:
a. Organisasi Pemerintah Pusat.
b. Organisasi Pemerintah Daerah.
c. Organisasi Parpol dan LSM.’
d. Organisasi Yayasan.
e. Organisasi Pendidikan dan Kesehatan: PMI, puskesmas, rumah sakit, dan sekolah
f. Organisasi Tempat Peribadatan: masjid, gereja, vihara, kuil.
a. Organisasi Pemerintah Pusat.
b. Organisasi Pemerintah Daerah.
c. Organisasi Parpol dan LSM.’
d. Organisasi Yayasan.
e. Organisasi Pendidikan dan Kesehatan: PMI, puskesmas, rumah sakit, dan sekolah
f. Organisasi Tempat Peribadatan: masjid, gereja, vihara, kuil.
Akuntansi
Sektor Publik adalah mekanisme dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan
departemen-departmen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan
yayasan sosial maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta
(Bastian, 2001).
Akuntansi sektor publik berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan transaksi yang terjadi di instansi pemerintah pusat maupun daerah. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Tujuan
akuntansi sektor publik, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan
informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber
daya yang dipercayakan kepada organisasi.
2. Memberikan
informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung
jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya
yang menjadi wewenangnya, dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk
melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik.
Terdapat 3 bagian dalam Akuntansi Sektor Publik, yaitu :
1. Akuntansi
Manajemen Sektor Publik
Peran
utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan
informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan
fungsi perencanaan dan pengendalian manajemen. Fungsi perencanaan meliputi
perencanaan strategik, pemberian informasi biaya, penilaian investasi, dan
penganggaran, sedangkan fungsi pengendalian meliputi pengukuran kinerja.
Informasi yang diberikan meliputi biaya investasi yang dibutuhkan serta
identifikasinya, penilaian investasi dengan memperhitungkan biaya dengan
manfaat yang diperoleh (cost-benefit analysis), dan penilaian efektivitas biaya
(cost-effectiveness analysis), serta jumlah anggaran yang dibutuhkan.
2.
Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Akuntansi
keuangan sektor publik terkait dengan tujuan dihasilkannya laporan keuangan
eksternal. Tujuan penyajian laporan keuangan adalah memberikan informasi yang
digunakan dalam pengambilan keputusan, bukti pertanggungjawaban dan
pengelolaan, dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasional (IFAC, 2000;
GASB, 1999).
Beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor publik adalah akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntansi dana, akuntansi kas, dan akuntansi accrual. Pada dasarnya kelima teknik tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian, suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, maupun menggunakan kelima teknik tersebut secara bersama-sama (Jones and Pendlebury, 2000).
Laporan Keuangan yang dihasilkan organisasi publik, sebagai bentuk akuntabilitas publik, seharusnya mengambarkan kondisi yang komprehensif tentang kegiatan operasional, posisi keuangan, arus kas, dan penjelasan (disclosure) atas pos-pos yang ada di dalam laporan keuangan tersebut. Laporan Keuangan memerlukan perangkat yang berupa standar akuntansi pemerintahan dan sistem akuntansi yang menggunakan sistem pencatatan berpasangan.
Beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor publik adalah akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntansi dana, akuntansi kas, dan akuntansi accrual. Pada dasarnya kelima teknik tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian, suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, maupun menggunakan kelima teknik tersebut secara bersama-sama (Jones and Pendlebury, 2000).
Laporan Keuangan yang dihasilkan organisasi publik, sebagai bentuk akuntabilitas publik, seharusnya mengambarkan kondisi yang komprehensif tentang kegiatan operasional, posisi keuangan, arus kas, dan penjelasan (disclosure) atas pos-pos yang ada di dalam laporan keuangan tersebut. Laporan Keuangan memerlukan perangkat yang berupa standar akuntansi pemerintahan dan sistem akuntansi yang menggunakan sistem pencatatan berpasangan.
3. Auditing Sektor
Publik
Selama
ini sektor publik/pemerintah tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi,
kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara, padahal sektor
publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber
legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi
dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut.
Kemampuan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah sangat tergantung pada kualitas audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang baik, maka akan timbul permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi dan berbagai ketidakberesan di pemerintahan. Kualitas audit sektor publik dipengaruhi oleh kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor baik secara pribadi maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut.
Kemampuan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah sangat tergantung pada kualitas audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang baik, maka akan timbul permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi dan berbagai ketidakberesan di pemerintahan. Kualitas audit sektor publik dipengaruhi oleh kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor baik secara pribadi maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
Pemberian
otonomi daerah berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak
terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan
harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan
yang efektif.
Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat); pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, berada di bawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2001).
Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat); pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, berada di bawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2001).
Penguatan
fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPRD sebagai
kekuatan penyeimbang antara eksekutif dengan masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dan melalui LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan
di daerah. Perlu dipahami oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif
adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan, bukan
pemeriksaan (audit). Pemeriksaan tetap harus dilakukan oleh badan atau lembaga
yang memiliki otoritas dan keahlian profesional, seperti BPK, BPKP, atau Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang selama ini menjalankan fungsinya lebih pada sektor
swasta sehingga fungsinya pada sektor publik perlu ditingkatkan.
Terdapat beberapa kelemahan dalam melakukan audit pemerintah di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent, yaitu tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar mengukur kinerja pemerintah. Sedangkan kelemahan kedua bersifat struktural, yaitu masalah kelembagaan audit Pemerintah Pusat dan Daerah yang overlapping satu dengan lainnya, sehingga pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan tidak efektif.
Audit terhadap pertanggungjawaban pengelolaan keuangan seharusnya tidak terbatas pada audit kepatuhan, tetapi juga audit keuangan (agar dapat memberikan pendapat atas kewajaran Laporan Keuangan) dan diperluas lagi dengan audit kinerja.
Terdapat beberapa kelemahan dalam melakukan audit pemerintah di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent, yaitu tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar mengukur kinerja pemerintah. Sedangkan kelemahan kedua bersifat struktural, yaitu masalah kelembagaan audit Pemerintah Pusat dan Daerah yang overlapping satu dengan lainnya, sehingga pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan tidak efektif.
Audit terhadap pertanggungjawaban pengelolaan keuangan seharusnya tidak terbatas pada audit kepatuhan, tetapi juga audit keuangan (agar dapat memberikan pendapat atas kewajaran Laporan Keuangan) dan diperluas lagi dengan audit kinerja.
Penerapan
dan Perkembangan Akuntansi Sektor Publik
Salah satu bentuk
penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN. Di tahun
1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa
nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan
terlalu banyaknya ‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan
perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga
sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak
menggembirakan.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah.
No comments:
Post a Comment