Sebaik-baiknya pemimpin adalah jika iaikhlas dan tidak mementingkan diri sendiri. Pemimpin hebat pasti tidak egois (selfless) dantidak mengarahkan tindak-tanduknya melulu untuk kepentingan pribadi (self-centered).
Misiterpenting seorang pemimpin bukanlah untuk menuai pujian pribadi,
memperoleh promosipribadi, mendapatkan kekayaan pribadi, meraih
kehormatan pribadi, memuluskan kesuksesan karier pribadi.
Semuanya itu mungkin penting, namun di atas itu semua misi hakiki seorang pemimpin adalah melayani orang-orang yang dipimpinnya dan menjadikan mereka lebih baik. Great leader are servants who facilitate the success of others. Fokus perhatian utama seorang pemimpin adalah mencapai kebaikan bagi organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya.
Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Abraham Lincoln, atau Martin Luther King adalah selflessleaders yang tanpa pamrih mengabdi dan melayani konstituennya. Nelson Mandela dipenjara selama 27 tahun demi mempertahankan prinsip-prinsip kepemimpinan yang ia pegang teguh. Martin Luther King bahkan terenggut nyawanya dalam memperjuangkan prinsip kebenaran yang ia yakini.
Sukses seorang pemimpin ditentukan oleh kemampuannya dalam menarik followers dan mendapatkan kepercayaan dari mereka. Untuk mendapatkan kepercayaan itu si pemimpin harus mampu membawa perubahan dan kemanfaatan bagi followers: kehidupan yang lebih baik, kemampuan dan keterampilan yang meningkat, atau mungkin jiwa yang lebih bermakna.
Ini semua diperoleh jika si pemimpin memiliki ketulusan dan keikhlasan untuk mengontribusikan kepemimpinannya murni untuk kepentingan para followersdan organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin yang tulus-ikhlas akan menghasilkan pemimpin lain yang tulus-ikhlas pula. Kalau pemimpin tulus-ikhlas ini tereplikasi ke para pemimpin di seluruh level organisasi maka organisasi tersebut akan dipenuhi orang-orang yang rahmat dan berhati ikhlas.
Spirit of Giving
Dengan mindset seperti ini maka motivasi paling dasar seorang pemimpin adalah spirit of giving; spirit untuk selalu memberi kepada orang-orang yang dipimpinnya tanpa pernah memikirkan imbal-balik. Setiap pemimpin harus selalu berkorban tanpa pernah berharap mendapat imbalan dari pengorbanan itu. Inilah substansi keikhlasan seorang pemimpin.
Spirit of givingmengandung keyakinan bahwa "giving is receiving".Maksudnya, semakin banyak memberi padafollowers-nya, maka semakin banyak pula ia mendapat (kepercayaan, kesetiaan, kecintaan, dedikasi, dan sebagainya) dari mereka. Itulah indahnya memberi.
Itu sebabnya, untuk bisa memiliki spiritof giving, seorang pemimpin harus memiliki mental kelimpahan, bukan mental kikir. "Every Leader should hold an abundant mind, act abundantly, andthink abundantly. He will feel rich... and will start to give to others." Ketika seorang pemimpin selalu merasa berkekurangan, mana mau ia memberikepada followers-nya?
Awal Kehancuran
Pemimpin yang selfishdan sarat diwarnai agenda dan pamrih pribadi akan membawa dampak destruktif bagi organisasi. Ketika seorang pemimpin sudah punya pamrih pribadi atau kelompok, maka kepemimpinan yang dijalankannya terkotori oleh ego dan kepentingan-kepentingan si pemimpin. Karena digayuti kepentingan pribadi, maka kepemimpinan itu tidak lagi murni dikontribusikan untuk kemanfaatan dan kebaikan organisasi.
Begitu kepemimpinan sudah beraroma kepentingan pribadi dan kelompok maka biasanya akan muncul kecurigaan, ketidakpercayaan, tantangan, bahkan perlawanan. Itu semua akan memicu terjadinya politik-politik yang kontraproduktif di dalam organisasi. Di dalam organisasi akan muncul kelompok-kelompok kepentingan dan antarkelompok itu terjadi friksi dan perebutan kepentingan. Celakanya, si pemimpin sendiri ikut bermain di arena perebutan kepentingan tersebut mewakili diri dan kelompoknya. Kalau ini terjadi, maka inilah awal dari kehancuran organisasi.
Menjadi selfless leaderitu tidak gampang. Dibutuhkan keikhlasan, kebesaran hati, kerelaan berkorban, sikap keberlimpahan, dan yang terpenting, kecintaan yang tuluskepada followers. Karena itu tak bisa disangkal ungkapan bahwa: "Being selfless is one of the hardest things you'll ever do as a leader."
Semuanya itu mungkin penting, namun di atas itu semua misi hakiki seorang pemimpin adalah melayani orang-orang yang dipimpinnya dan menjadikan mereka lebih baik. Great leader are servants who facilitate the success of others. Fokus perhatian utama seorang pemimpin adalah mencapai kebaikan bagi organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya.
Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Abraham Lincoln, atau Martin Luther King adalah selflessleaders yang tanpa pamrih mengabdi dan melayani konstituennya. Nelson Mandela dipenjara selama 27 tahun demi mempertahankan prinsip-prinsip kepemimpinan yang ia pegang teguh. Martin Luther King bahkan terenggut nyawanya dalam memperjuangkan prinsip kebenaran yang ia yakini.
Sukses seorang pemimpin ditentukan oleh kemampuannya dalam menarik followers dan mendapatkan kepercayaan dari mereka. Untuk mendapatkan kepercayaan itu si pemimpin harus mampu membawa perubahan dan kemanfaatan bagi followers: kehidupan yang lebih baik, kemampuan dan keterampilan yang meningkat, atau mungkin jiwa yang lebih bermakna.
Ini semua diperoleh jika si pemimpin memiliki ketulusan dan keikhlasan untuk mengontribusikan kepemimpinannya murni untuk kepentingan para followersdan organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin yang tulus-ikhlas akan menghasilkan pemimpin lain yang tulus-ikhlas pula. Kalau pemimpin tulus-ikhlas ini tereplikasi ke para pemimpin di seluruh level organisasi maka organisasi tersebut akan dipenuhi orang-orang yang rahmat dan berhati ikhlas.
Dengan mindset seperti ini maka motivasi paling dasar seorang pemimpin adalah spirit of giving; spirit untuk selalu memberi kepada orang-orang yang dipimpinnya tanpa pernah memikirkan imbal-balik. Setiap pemimpin harus selalu berkorban tanpa pernah berharap mendapat imbalan dari pengorbanan itu. Inilah substansi keikhlasan seorang pemimpin.
Spirit of givingmengandung keyakinan bahwa "giving is receiving".Maksudnya, semakin banyak memberi padafollowers-nya, maka semakin banyak pula ia mendapat (kepercayaan, kesetiaan, kecintaan, dedikasi, dan sebagainya) dari mereka. Itulah indahnya memberi.
Itu sebabnya, untuk bisa memiliki spiritof giving, seorang pemimpin harus memiliki mental kelimpahan, bukan mental kikir. "Every Leader should hold an abundant mind, act abundantly, andthink abundantly. He will feel rich... and will start to give to others." Ketika seorang pemimpin selalu merasa berkekurangan, mana mau ia memberikepada followers-nya?
Awal Kehancuran
Pemimpin yang selfishdan sarat diwarnai agenda dan pamrih pribadi akan membawa dampak destruktif bagi organisasi. Ketika seorang pemimpin sudah punya pamrih pribadi atau kelompok, maka kepemimpinan yang dijalankannya terkotori oleh ego dan kepentingan-kepentingan si pemimpin. Karena digayuti kepentingan pribadi, maka kepemimpinan itu tidak lagi murni dikontribusikan untuk kemanfaatan dan kebaikan organisasi.
Begitu kepemimpinan sudah beraroma kepentingan pribadi dan kelompok maka biasanya akan muncul kecurigaan, ketidakpercayaan, tantangan, bahkan perlawanan. Itu semua akan memicu terjadinya politik-politik yang kontraproduktif di dalam organisasi. Di dalam organisasi akan muncul kelompok-kelompok kepentingan dan antarkelompok itu terjadi friksi dan perebutan kepentingan. Celakanya, si pemimpin sendiri ikut bermain di arena perebutan kepentingan tersebut mewakili diri dan kelompoknya. Kalau ini terjadi, maka inilah awal dari kehancuran organisasi.
Menjadi selfless leaderitu tidak gampang. Dibutuhkan keikhlasan, kebesaran hati, kerelaan berkorban, sikap keberlimpahan, dan yang terpenting, kecintaan yang tuluskepada followers. Karena itu tak bisa disangkal ungkapan bahwa: "Being selfless is one of the hardest things you'll ever do as a leader."
No comments:
Post a Comment