Orientasi studi manajemen pendidikan
masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang
memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai,
tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam
sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa
strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi
pendorong kusuksesan organisasi.
Namun menurut Ouchi (1983) dan Key
(1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada
budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh
kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan
organisasi.
Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat
dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut
dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi
diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi,
mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses
perencanaan organisasi. Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas
manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya
organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang
berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik
dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga
penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya
khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional. Demikian komleksnya organisasi tersebut,
maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh
sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika
internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang
semakin berkembang.
Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi
didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its
customary and traditional way of thinking and doing of things, which
shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new
members must learn, and at least partially accept, in order to be
accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada
tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:
- Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif
- Kebudayaan itu ditanamkan
- Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku
- Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya
- Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan
- Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal.
Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya
organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh
anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief),
norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari
organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah
pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan
yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik
yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan
antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh
pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi
ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan
tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan
bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat
memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang
diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga
merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan
bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan
dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan
Tanggung Jawab lembaga pendidikan yang berkyualitas menekankan perlunya
kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap
pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas,
dan ruangan perpustakaan.
1. Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah
suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan
uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23).
2. Pengertian Personil Sekolah
Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun Administrasi Personil, 1983, 19).
3. Fungsi Sekolah
Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran
antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah
Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah
terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan
pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar
berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara
Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal antara lain:
- Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang serius dari pimpinan.
- Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan
- Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan oleh pimpinan.
- Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan kemauan personil.
- Pemimpin bertindak sebagai motivator
- Pemimpin bertindak sebagai dinamisator
- Menciptakan kerja sama yang harmonis
- Menghindari konflik antara personil
- Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa membeda-bedakan individual.
- Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah
- Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging).
Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan
kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan
tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur
hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang
akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji
meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang
tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah
terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah
besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara.
Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus
mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang
amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran
dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat dinding tebal
sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu?
Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani
Revolusioner.
Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita
keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental
mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi
dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan
untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan
pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang
intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya
Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009 lalu .
Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama
warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi
Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi
alternative pemimpin 2009 lalu, kemudian di hadirkan sebagi upaya
mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum
tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada
konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45,
menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan
keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek
keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang
berorientasi pada properubahan.
Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar
bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi
Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan
tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11) dengan lantang
meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya
pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu
kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini
dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer
kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda
dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah
kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan,
pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini?
Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat
kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta
sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan
kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika
yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapat-pendapat
fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum
tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum
muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah
jawabannya.
Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa
peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 lalu, namu muncul
pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik
untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya
tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang
mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan
yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang
tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul
dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap
kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit
diperjuangkan.
Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi
prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada
dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasionalhanya dimungkinkan
dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan
pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum.
Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai
Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua
pimpinan dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh
muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai.
Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan
menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur
Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh
tua yang sudah ada.
Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik
dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh
partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa
melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap
antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk
menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih
mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang
merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin
banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai,
kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokoh-tokoh
kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.
Sebelumnya baca contoh makalah manajemen pendidikan
Baca lanjutan Makalah Contoh Makalah Manajemen Pendidikan Bag. III